Rabu, 29 Februari 2012

Download Kajian Dakwah Ahlussunnah, Dakwah Penuh Hikmah (Al-Ustadz Muhammad Umar As Sewed)

Syaikh Fadhl Ilahi

Termasuk salah satu perkara yang memperjelas pentingnya seorang muslim berhias dengan kelemahlembutan dalam dakwah dan pengajaran adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menghardik seseorang yang memukul orang yang makan dari kebunnya tanpa ijinnya dan mengambil bajunya, sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada orang itu untuk memberi makan orang yang lapar dan mengajari orang yang tidak tahu, serta memerintahkan dia (si pemilik kebun-pen.) untuk mengembalikan baju itu kepadanya (orang yang mengambil-pen).


Al Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan dari ‘Abbad bin Syarohil (seseorang dari bani Ghubar) Radhiallahu‘anhu, dia bercerita :


“Kami ditimpa masa paceklik [1], kemudian aku mendatangi Al-Madinah. Lalu aku mendatangi satu kebun dari kebun-kebun Madinah. Akupun kemudian mengambil setangkai (buah), kemudian aku mengeluarkan biji-bijian yang ada di dalamnya. Lalu aku memakannya dan menyimpannya di dalam bajuku. Kemudian datang pemilik kebun itu, lalu dia memukulku dan mengambil bajuku. Maka aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberitahukan kepada beliau. Maka beliau berkata kepada si pemilik kebun itu, “Apakah engkau sudah memberinya makan ketika dia lapar? Dan apakah engkau sudah mengajarinya ketika dia tidak tahu ?”


Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar pemilik kebun itu mengembalikan pakaian kepadanya dan memberinya satu atau setengah wasaq [2] makanan. [Sunan Ibnu Majah, Kitab At-Tijarot, Bab Man Marro ‘ala Masyiyah Qoum Au Haith, Hal Yushibu minhu ? Nomor hadits 2319, 2/35 (dicetak dengan tahqiq Doktor Al-A’zhomi). Dan Asy-Syaikh Al-Albani berkata tentangnya : “Shahih.”Shahih Sunan Ibnu Majah, No. Hadits 1861, 2/31.]


Maka lihatlah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia tidak hanya berwasiat kepada orang yang memukul itu untuk memberi makan orang yang lapar, mengajari orang yang tidak tahu, dan mengembalikan pakaiannya, bahkan beliau memerintahkan juga untuk memberi 60 sho’ atau 30 sho’ makanan kepada orang yang dipukul. Sesungguhnya beliau benar-benar diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Beliau sangat kasih dan sayang kepada kaum mukminin.


[Dinukil dari buku Lemah Lembut dalam Dakwah, karya Dr. Fadhl Ilahi. Penerbit Pustaka Al Haura Hal: 42-43]


__________
Footnote
[1] Yaitu Kelaparan dan Paceklik
[2] Al Wasaq dengan fathah = 60 sho’. Lihat An-Nihayah Fi Ghorib Al-Hadits wa Al- Atsar, materi wasaq 5/185.



Silahkan untuk mendownload Kajian Ahlussunnah
Al-Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafizhahullahu ta’ala
Dakwah Ahlussunnah,Dakwah Hikmah

Download 1
Download 2
Download 3
Download 4


Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum

Download Kajian Wajibnya Kembali Kepada Manhaj Salaf (Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed)

Dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang mengajak untuk berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang diimani, dipahami, dan diterapkan oleh para Salafush Shalih. Para juru dakwah/da’i Dakwah Salafiyyah mengambil ilmu dari para ‘ulama Dakwah Salafiyyah pada setiap zaman. Mereka berguru kepada para ‘ulama rabbani Setiap dakwah yang tidak tegak di atas prinsip ini maka itu adalah dakwah yang menyimpang dari jalan yang benar dan lurus.

Apa itu as-Salafiyyah?

Sebagian pihak memaknakan salafiyyah adalah nisbah kepada salaf yang maknanya adalah terdahulu. Yang berarti nisbah kepada zaman yang terdahulu, atau tempo dulu, atau tradisional. Sehingga sering dijumpai pesantren salafiyyah artinya pesantren yang masih menerapkan cara pengajaran tradisional. Lawannya adalah pesantren modern. Ini adalah pengertian salafiyyah yang salah kaprah.

Apa makna yang benar?

Berikut kita tinjau bagaimana penjelasan para ‘ulama dalam hal ini. Dalam kamus “Lisanul ‘Arab” dijelaskan sebagai berikut :
“Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu, baik ayah dan kakek-kakekmu ataupun karib kerabat yang mereka itu di atasmu dalam umur dan keutamaan.” (lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur IX/158)
Dalam salah satu hadits, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda kepada Fathimah Az-Zahra putri beliau:

“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) adalah aku untukmu.” (HR. Muslim).
Itulah makna kata Salaf secara pengertian bahasa (etimologi). Adapun secara terminology (istilah), makna Salaf adalah sebagaimana diterangkan oleh para ‘ulama berikut :
Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhaj Al-Imam Asy-Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, I/55).

Al-Qalsyani berkata:

“as-Salafush Shalih adalah generasi pertama (umat ini) yang mendalam keilmuannya, berpegang kepada hidayah (bimbingan) Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, menjaga sunnah beliau, yang Allah pilih mereka untuk menjadi shahabat nabi-Nya, Allah pilih mereka untuk menjadi para penegak agama-Nya, Allah ridha mereka sebagai para imam bagi umat ini. Mereka telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, mencurahkan segala upaya untuk memperbaiki dan memberikan kebaikan untuk umat, bahkan mereka siap mempertaruhkan jiwa mereka demi meraih ridho-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْه}

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah (At Taubah:100)

Al-Bajuri berkata :

“Salaf adalah generasi yang hidup pada masa tiga abad yang utama, yaitu para shahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.” Merekalah yang disebut sebagai as-Salafush Shalih
Adapun As-Salafy adalah nisbah kepada para ‘ulama dari kalangan as-Salafush Shalih tersebut.
As-Sam’ani (w. 562) dalam kitabnya Al-Ansab (III/273) mengatakan:

“As-Salafy adalah nisbah kepada generasi Salaf, dan berkeyakinan dengan metodologi mereka.”

Adz-Dzahabi juga mengatakan:

“As-Salafy adalah seorang yang berjalan di atas metodologi Salaf.”


Silahkan Untuk Mendownload Kajian Ahlussunnah
Tema Wajibnya Kembali Kepda Manhaj Salaf
Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed hafizhahullahu ta'ala

Sesi 1
Sesi 2
Sesi 3
Sesi 4
Sesi 5
Sesi 6
Sesi 7

Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum

Download Kajian Hadits Pilihan Panduan Bagi Wanita Shalihah (Al-Ustadz Luqman Jamal)

Dari Abdullah bin Amr radhiallahu'anhu mengatakan, “Bahwa Rasulullah ` bersabda, Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.’”. [H.R. Muslim].

Allah telah memberikan tabiat kepada manusia untuk mencintai dan menyukai semua perkara dunia yang menyenangkan dirinya. Setiap manusia merasa senang tatkala mendapatkan perhiasan-perhiasan dunia. Tentu saja kesenangan ini dihalalkan selama tidak menyebabkan pelanggaran syariat. Tentang kecintaan manusia terhadap perhiasan dunia ini, telah Allah sebutkan dalam ayat-Nya yang mulia,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” [Q.S. Ali Imran:14].

Semua yang disebutkan ini adalah perkara yang disukai oleh manusia. Tentu masih banyak macam ragam perkara yang disukai, tetapi pada hakekatnya semua kesenangan dunia kembali kepada perkara yang disebutkan ini.

Oleh sebab itu dalam hadits yang tersebut di atas, Rasulullah ` menyebutkan bahwa dunia adalah perhiasan bagi manusia. Dunia ibarat sesuatu yang manis lagi hijau yang menyejukkan mata siapapun yang memandangnya dan menyenangkan jiwa siapapun yang mendapatkannya.

Walau semua yang ada di dunia adalah perhiasan bagi penduduknya, tetapi yang terbaik dari semua itu adalah wanita shalihah. Emas yang begitu banyak berkilauan di tangan, binatang ternak yang gemuk lagi pilihan, ataupun sawah ladang luas menghijau yang menyegarkan pandangan, semua itu tidak bisa mengalahkan kebaikan seorang wanita yang shalihah. Bagaimana tidak, dalam setiap bagian kehidupan, seorang wanita shalihah akan memberikan yang terbaik.

Tatkala seorang wanita shalihah berperan menjadi seorang ibu, maka ia adalah ibu yang terbaik bagi putra-putrinya. Ibu yang mengasuh mereka dengan segala perhatian dan menuntun anak-anaknya untuk menjadi orang yang shalih.

Tatkala ia berperan menjadi seorang istri, maka ia adalah istri yang terbaik. Tentu kebaikan ini bukan hanya dilihat dari sisi fisik yang cantik saja, karena fisik adalah anugerah Allah, bukan merupakan satu-satunya standar kebaikan seseorang. Tetapi ia adalah istri yang mengerti hak-hak suami dan berusaha untuk menunaikan semua hak tersebut. Mengenai keadaan istri shalihah ini, Allah berfirman, “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah mereka yang taat (kepada Allah), dan menjaga diri ketika (suami) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka.”. [Q.S. An Nisa:34]. 

Tatkala ia menjadi seorang anak, saudari, keponakan, atau yang lainnya, ia tidak akan pernah melalaikan kewajibannya. Maka wanita shalihah adalah perhiasan terbaik untuk manusia. Perhiasan dunia yang lainnya tidak ada yang bisa menandingi.

Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa yang menjadikan wanita sebagai perhiasan yang terbaik adalah keshalihannya. Lalu, apa sebenarnya makna shalih atau shalihah itu? Secara umum shalih bermakna orang yang menegakkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya, sehingga wanita yang shalihah adalah wanita yang menegakkan hak Allah serta menegakkan hak-hak hamba-Nya.

Bagaimana apabila seorang wanita tidak memiliki keshalihan pada dirinya? Tentu yang akan didapatkan adalah kerusakan yang nyata. Ia bukan menjadi perhiasan yang terbaik di dunia, tetapi sebaliknya ia bisa menjadi perhiasan terburuk di dunia. Sebab, mudharat dan kerusakan yang ditimbulkan dari wanita tidak shalihan akan lebih besar kerusakan yang ditimbulkan perhiasan dunia lainnya.

Oleh sebab itulah Rasulullah telah mewanti-wanti kepada umatnya untuk berhati-hati dari wanita. Disebutkan dari sahabat Usamah bin Zaid z, bahwa Rasulullah ` bersabda, “Tidaklah aku tinggalkan setelahku cobaan yang lebih berbahaya bagi para lelaki dari pada cobaan wanita.” [H.R. Muslim, At Tirmidzi, dan An Nasa’i]. Allahu a’lam. 


Silahkan Download Kajian Ahlussunnah 
Tema Hadits Pilihan Panduan Bagi Wanita Shalihah
Oleh Al-Ustadz Luqman Jamal hafizhahullahu ta'ala

Wanita Shalihah
Wanita Shalihah (Tanya Jawab)

Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum

Download Kajian 12 Sebab Terhapusnya Dosa (Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan:

“Dosa-dosa itu akan mengurangi keimanan. Jika seorang hamba bertaubat, Allah k akan mencintainya. Derajatnya akan diangkat disebabkan taubatnya. 

Sebagian salaf mengatakan: ‘Dahulu setelah Nabi Dawud ‘alaihissalam bertaubat, keadaannya lebih baik dibandingkan sebelum terjatuh dalam kesalahan. Barangsiapa yang ditakdirkan untuk bertaubat maka dirinya seperti yang dikatakan Sa’id ibnu Jubair radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya seorang hamba yang melakukan amalan kebaikan, bisa jadi dengan sebab amalan kebaikannya itu akan memasukkannya ke dalam neraka. Bisa jadi pula seorang hamba melakukan amalan kejelekan akan tetapi membawa dirinya masuk ke dalam surga. Hal itu karena ia membanggakan amalan kebaikannya. Sebaliknya, hamba yang terjatuh ke dalam kejelekan membawa dirinya untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahan-kesalahannya.” 

Telah disebutkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ 
“Amal-amal (seorang hamba) tergantung amalan-amalan yang dikerjakan pada akhir kehidupannya.” 

Sesungguhnya kesalahan/dosa seorang mukmin akan dihapuskan dengan sepuluh sebab, sebagai berikut: 

Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Karena seseorang yang bertaubat dari sebuah dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa. 
Meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. 
Mengerjakan amalan-amalan kebaikan, karena amalan-amalan kebaikan akan menghapuskan amalan-amalan kejelekan. 
Mendapatkan doa dari saudara-saudaranya yang beriman. Mereka memberikan syafaat kepadanya ketika masih hidup dan sesudah meninggal. 
Mendapatkan hadiah pahala dari amalan-amalan saudara-saudaranya yang beriman agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepadanya dari hadiah tersebut. 
Mendapatkan syafaat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Mendapatkan musibah-musibah di dunia ini yang akan menghapuskan dosa-dosanya. 
Mendapatkan ujian-ujian di alam barzakh yang akan menghapus dosa-dosanya. 
Mendapatkan ujian-ujian di padang Mahsyar pada hari kiamat yang akan menghapuskan dosa-dosanya. 
Mendapatkan rahmat dari Arhamur Rahimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
Barangsiapa yang tidak memiliki salah satu sebab dari sebab-sebab yang bisa menghapuskan dosa-dosa ini, janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ 
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah amalan-amalanmu. Aku menghitungnya untukmu kemudian Aku membalasinya untukmu. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain daripada itu maka janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.” (Diambil dari Risalah Tuhfatul ‘Iraqiyah fi A’malil Qalbiyyah hal. 32-33, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu)


Silahkan Untuk Mendownload Kajian Ahlussunnah
Tema 12 Sebab Terhapusnya Dosa
Oleh Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak hafizhahullahu ta'ala


Sesi 1
Sesi 2


Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum

Download Kajian Larangan Ghibah dan Berbuat Baiklah Kepada Tetangga

Etika Bertetangga

1. Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “....Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).


2. Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.


3. Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di rumah. Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari tangan-tangan orang jahil; dan hendaknya kita ulurkan tangan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan merahasiakan aib mereka.


4. Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: “Adalah orang yang tetangganya tidak merasa tentram karena perbuatan-nya”. (Muttafaq’alaih).


5. Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.


6. Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Dzarr: “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR. Muslim).


7. Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan hendaknya kita undang untuk datang ke rumah. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka jinak dan sayang kepada kita.


8. Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.


9. Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah.... –Disebutkan di antaranya- :Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani). 


Silahkan Untuk Mendownload Kajian Ahlussunnah
Tema Larangan Ghibah dan Berbuat Baiklah Kepada Tetangga
Pemateri Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak hafizhahullahu ta'ala

Sesi 1
Sesi 2


Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum

BerandaInfo MahadInfo KajianDunia GambarTentang SayaCoretan Pengunjung Download Kajian Sebarkan Salam (Al-Ustadz Abdullah Al-Bughury)

Etika Memberi Salam


. Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).


2. Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al- Bukhari).


3. Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.


4. Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).


5. Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).


6. Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya: "Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)


7. Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).


8. Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan "Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)


9. Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).


10. Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :" Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).


11. Disunnatkan memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).


12. Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa`ala abikas salam"


13. Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).


14. Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).


15. Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang dijabat tangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At- Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).


16. Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).


17. Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda: "Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani). 


Silahkan Untuk Mendownload Kajian Ahlussunnah
Tema Sebarkan Alam
Pemateri Al-Ustadz Abdullah Al-Bughury hafidzahullahu ta'ala

Sesi 1
Sesi 2
Sesi 3
Sesi 4


Semoga Bermanfaat, Baarakallahu Fiykum