Rabu, 11 April 2012

Hukum Sholat di belakang ahlul bid'ah


Mubtadi’ (Pelaku bid’ah) terbagi dua :




a. Mubtadi’ yang menyebabkan ia kafir sehingga dianggap keluar dari Islam.
Mubtadi’ seperti ini tidak sah sholat di belakangnya menurut kesepakatan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan tidak ada perbedaan pendapat tentang hal tersebut maka jika sholat dibelakangnya, sholatnya batal harus diulang.






b. Mubtadi’ yang bid’ahnya tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.


Sholat di belakang mubtadi’ seperti ini tidak lepas dari dua keadaan :


Keadaan yang pertama : Tidak ada masjid sholat jama’ah atau tidak ada tempat sholat jum’at atau sholat ‘Ied kecuali mesjid yang diimami oleh Mubtadi’ ini.


Dalam keadaan yang seperti ini, para ulama berselisih pendapat apakah sah sholat dibelakangnya atau tidak. Tapi pendapat yang rojih (kuat) dalam hal ini adalah sholat di belakang mubtadi’ dalam kondisi seperti ini adalah sah. Ini merupakan pendapat Jumhur Ulama (kebanyakan para ulama) seperti Abu Hanifah, Syafi’i dan Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayat.


Banyak dalil yang menunjukkan kuatnya pendapat ini. Diantaranya :


1. Hadits Abu Hurairah :




يُصَلُّوْنَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَؤُوْا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِم
"Sesungguhnya Rasulullah r bersabda : "Mereka sholat (mengimami kalian) kalau mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian, kalau mereka salah maka (pahalanya) untuk kalian dan (dosanya) atas mereka". Hadits Riwayat Shohih Al-Bukhory no.294.










2. Hadits Ibnu ‘Umar :




عَنْ سَالِمٍ قَالَ كَتَبَ عَبْدُ الْمَلِكِ إِلَى الْحَجَّاجِ أَنْ لاَ يُخَالِفُ ابْنَ عُمَرَ فِي الْحَجِّ فَجَاءَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَنَا مَعَهُ يَوْمَ عَرَفَةَ حِيْنَ زَالَتِ الْشَمْسُ فَصَاحَ سَرَادِقَ الْحَجَّاجِ فَخَرَجَ وَعَلَيْهِ مَلْحَفَةٌ مُعَصْفَرَةٌ فَقَالََ مَا لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَقَالََ : الرَّوَاحَ إِنْ كُنْتَ تُرِيْدُ السُّنَّةَ قَالَ هَذِهِ السَّاعَةُ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَنْظِرْنِيْ حَتَّى أَفِيْضُ عَلَى رَأْسِي ثُمَّ أَخْرُجُ فَنَزَلَ حَتَّى خَرَجَ الْحَجَّاجُ فَسَارَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ أَبِيْ فَقُلْتُ إِنْ كُنْتَ تُرِيْدُ السًّنَّةَ فَأَقْصِرِ الْخَطْبَةَ وَعَجِّلِ الْوُقُوْفَ فَجَعَلَ يَنْظُرُ إِلَى عَبْدِ اللهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ عَبْدُ اللهِ قَالَ صَدَقَ






"Dari Salim (bin ‘Abdillah bin ‘Umar-pent.) beliau berkata : "Abdul Malik[1] menulis kepada Hajjaj [2] bahwa jangan menyelisihi Ibnu ‘Umar dalam haji, maka datang Ibnu ‘Umar -radhiyallahu ‘anhuma-, dan saya bersama beliau pada hari Arafah tatkala matahari tergelincir maka ia pun berteriak di sisi kemah-kemah milik Al-Hajjaj maka keluarlah Hajjaj dan ia mengenakan mantel kuning lalu berkata : "Ada apa denganmu wahai Abu ‘Abdillah (kunyah Ibnu ‘Umar-pent)?". Dia berkata : "Berangkatlah sekarang bila engkau menginginkan sunnah?". (Hajjaj) berkata : "Inikah waktunya?". (Ibnu ‘Umar) berkata : "Iya". Maka Hajjaj berkata : "Tunggulah saya sampai saya membasahi kepalaku kemudian saya keluar". Maka turunlah (Ibnu ‘Umar) sampai Hajjaj keluar lalu berjalan antara saya dan ayahku, maka saya berkata : "Apabila engkau menginginkan sunnah maka perpendeklah khutbah dan percepatlah wuquf". Maka (Hajjaj) menoleh ke ‘Abdullah (Ibnu ‘Umar) maka tatkala ‘Abdullah (Ibnu ‘Umar) melihat hal tersebut beliau berkata : "Ia telah benar". Hadits Riwayat Al-Bukhory no.1660.





Dan banyak hadits lain serta atsar dari para ulama salaf yang menunjukkan wajibnya sholat di belakang mubtadi’ bila tidak ada tempat sholat jama’ah atau sholat jum’at atau sholat ‘Ied kecuali di belakangnya.





Bahkan para ulama salaf seperti Imam Ahmad, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu ‘Abil ‘Izz dan lain-lainnya menyatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat di belakang mubtadi’ yang tidak ada tempat sholat jama’ah, sholat jum’at dan lain-lainnya kecuali di belakangnya, maka ia juga dianggap mubtadi’.





Keadaan yang kedua : Memungkinkan sholat dibelakang Imam ‘Adil (bukan mubtadi’).



Seluruh para ulama sepakat akan makruhnya sholat di belakang mubtadi’ tersebut dan sunnah ia sholat di belakang Imam ‘Adil ini, bahkan kadang menjadi wajib atasnya tidak sholat di belakang mubtadi’ dalam keadaan seperti ini bila ada pertimbangan maslahat dan mafsadat yang mengharuskan hal tersebut.





Banyak dalil yang menunjukkan makruhnya sholat di belakang mubtadi’ seperti ini.


Rasulullah r bersabda dalam hadits Tsauban -radhiyallahu ‘anhu- :





إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَ ئَمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ






"Yang paling saya takutkan atas ummatku adalah para Imam penyesat". Dishohihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain






Kesimpulan :


1. Tidak sah sholat di belakang mubtadi’ yang bid’ahnya menyebabkan ia kafir keluar dari Islam.


2. Wajib sholat di belakang mubtadi’ kalau tidak ada tempat melaksanakan sholat jama’ah jum’at dan lain-lainnya kecuali di belakangnya.


3. Makruh sholat di belakang mubtadi’ kalau ada Imam lain yang ‘Adil (bukan mubtadi’). Wallahu A’lam Bisshowab.





Lihat : As-Siraj Al-Mubin Fi Ahkami Ash-Sholatil Jama’ah Wal Imam Wal Makmumin hal.224-228, Mauqif Ahlis Sunah Wal Jama’ah Min Ahlil Ahwa`i Wal Bid’ah 1/343-372 dan lain-lain.



[1] ‘Abdul Malik bin Marwan, salah seorang khalifah bani Umayyah


[2] Hajjaj bin Yusuf
Penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi
Sumber : an-nashihah