Bai’at merupakan ikatan janji, dan seorang muslim diperintahkan untuk menyempurnakan ikatan janji tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Al-Maidah: 1)
Juga firman-Nya:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra: 34)
Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa melepas ketaatannya maka dia bertemu Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan siapa yang mati dalam keadaan tidak berbai’at, maka dia mati jahiliah.” (HR. Muslim no. 1851, dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Sabdanya pula:
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa melihat sesuatu dari pemimpinnya maka hendaknya dia bersabar. Karena tidaklah seseorang keluar sejengkal dari ketaatan kepada penguasa lalu dia mati, kecuali dia mati seperti mati jahiliah.” (HR. Al-Bukhari no. 6645, Muslim no. 1849, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Namun perlu dipahami bahwa bukanlah mati jahiliah yang dimaksud adalah mati dalam keadaan kafir. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu: “Yang dimaksud mati jahiliah yaitu seperti matinya kaum jahiliah di atas kesesatan dan tidak mempunyai pemimpin yang ditaati. Sebab, dahulu mereka tidak mengenal kepemimpinan tersebut. Bukan yang dimaksud bahwa dia mati dalam keadaan kafir, namun dia mati dalam keadaan bermaksiat.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 13/7)
As-Suyuthi rahimahullahu juga mengatakan, “Makna ‘dia mati seperti mati jahiliah’ yaitu keadaan matinya sebagaimana matinya kaum jahiliah dahulu, dalam kesesatan dan perpecahan.” (Syarah Sunan An-Nasa’i, As-Suyuthi, 7/123)
Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal
Sumber : Majalah AsySyariah
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Al-Maidah: 1)
Juga firman-Nya:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra: 34)
Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa melepas ketaatannya maka dia bertemu Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan siapa yang mati dalam keadaan tidak berbai’at, maka dia mati jahiliah.” (HR. Muslim no. 1851, dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Sabdanya pula:
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa melihat sesuatu dari pemimpinnya maka hendaknya dia bersabar. Karena tidaklah seseorang keluar sejengkal dari ketaatan kepada penguasa lalu dia mati, kecuali dia mati seperti mati jahiliah.” (HR. Al-Bukhari no. 6645, Muslim no. 1849, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Namun perlu dipahami bahwa bukanlah mati jahiliah yang dimaksud adalah mati dalam keadaan kafir. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu: “Yang dimaksud mati jahiliah yaitu seperti matinya kaum jahiliah di atas kesesatan dan tidak mempunyai pemimpin yang ditaati. Sebab, dahulu mereka tidak mengenal kepemimpinan tersebut. Bukan yang dimaksud bahwa dia mati dalam keadaan kafir, namun dia mati dalam keadaan bermaksiat.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 13/7)
As-Suyuthi rahimahullahu juga mengatakan, “Makna ‘dia mati seperti mati jahiliah’ yaitu keadaan matinya sebagaimana matinya kaum jahiliah dahulu, dalam kesesatan dan perpecahan.” (Syarah Sunan An-Nasa’i, As-Suyuthi, 7/123)
Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal
Sumber : Majalah AsySyariah