Rabu, 11 April 2012

KALIMAT HAQ , MENOLAK KESAN BURUK SEPUTAR SYAIKH AL-ALLAMAH MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I RAHIMAHULLAH

Ditanya Syaikh Abdullah Al-Bukhari Hafizhahullah Ta’ala dengan pertanyaan berikut:

“Syaikh kami yang mulia, telah sampai kepada kami rekaman suara yang padanya terdapat ucapanmu tentang Syaikh Muqbil: “Dan sikap-sikap Beliau rahimahullah yang dahulu tidak membuat gembira seorang sunni, dan tidak seorang pun yang menyetujui Beliau dari kalangan para ulama, tidak Syaikh Bin Baaz, tidak Syaikh Ibnu Utsaimin, tidak Rabi’, dan selain mereka. Benarkan? Celaan dan cercaan Beliau terhadap negeri tauhid, dan terhadap Raja Fahd rahimahullah, dan yang lainnya. Beliau seorang laki- laki yang saleh, ia bertaubat sebelum dua bulan sebelum meninggal.

Oleh karena itu tidak semua apa yang datang kepada kita dari Dammaj bahwa dia seorang sunni, seluruh mereka… terkadang kita menyangka bahwa mereka demikian, pemikirannya terpengaruh oleh syaikhnya bahwa mereka Khawarij dalam pemikiran ini, pada masa itu, kami tidak berbaik sangka dengan setiap yang datang, dan tidak pula berburuk sangka dengan setiap yang datang, kita tawaqquf terhadap perkaranya.” Kami mengharapkan penjelasan, semoga Allah senantiasa menjagamu.

Syaikh Abdullah bin Abdurrahim Al-Bukhari –semoga Allah menjaga dan memelihara Beliau-:

إن الحمد لله نحمده تعالى ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن نبينا محمدًا عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم.

أما بعد:

Telah dimaklumi bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah diutus oleh Allah Ta’ala sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Jalla Wa ‘Ala mengutusnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, membawa berita gembira bagi yang beriman kepadanya dan memberi peringatan bagi yang berpaling darinya dan dari sunnahnya. Tidaklah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meninggal melainkan Beliau telah menyampaikan risalahnya, menunaikan amanahnya, menasehati umatnya, dan telah berjihad karena Allah dengan sebenar-benarnya jihad hingga kematian menjemputnya. Lalu agama ini dipikul oleh para sahabatnya yang mulia –radhiallahu anhum wa ardhaahum- dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, mereka tegak dalam menyampaikan agama ini kepada orang-orang setelah mereka, mereka memikulnya dengan amanah yang sempurna, bersama dengan keikhlasan karena Allah Azza Wajalla terhadap apa yang mereka sampaikan dan tunaikan. Lalu Para Tabi’in dan para imam pembawa hidayah memikulnya dari mereka, lalu mereka menyampaikan kepada orang-orang setelah mereka. Demikianlah, agama ini dan sunnah yang datang dari Nabi Shallallahu alaihi Wasallam ini dipikul disepanjang zaman oleh para tokoh yang penuh amanah dan jujur, tokoh-tokoh yang mereka jujur terhadap apa yang mereka janjikan kepada Allah, maka kurun demi kurun berlalu dan padanya ada yang menjelaskan kebenaran kepada manusia dan menampakkan sunnah dan menjelaskannya, membelanya dan membantah berbagai syubhat. Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah Ta’ala, dan yang lainnya dari anak- anak dan cucunya hingga di hari-hari kita ini. Maka dakwah ini ditegakkan oleh sekelompok dari kalangan para ulama yang mulia, pemberi nasehat yang jujur–kami menyangka demikian dan kami tidak menyucikan seorangpun atas Allah-, dan termasuk diantara para ulama yang saleh dan jujur, pemberi nasehat, yang membela kebenaran dengan penuh kejujuran: Syaikh Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I rahimahullah Ta’ala wa ghafara lahu, Beliau telah tegak dengan kebenaran dalam mengajak manusia dan menjelaskan kebenaran di negeri itu –yang aku maksud adalah negeri Yaman-, dan banyak manusia yang tidak terhitung banyaknya yang merasakan pengaruhnya, baik di negerinya maupun di negeri lainnya.

Tidak difahami sama sekali dari kalimat yang aku sebutkan ini menunjukkan keyakinan kami terhadapnya atau pembenaran kami terhadapnya, jika ada yang mengesankan demikian maka kami berlepas diri kepada Allah Azza Wajalla darinya, dan jika menimbulkan makna yang salah maka kami berlindung diri kepada Allah dari makna yang salah itu. Sebab pujian kami terhadap Syaikh –rahimahullah- baik dimasa hidupnya, dan setelah matinya baik pada tulisan kami dan juga rekaman suara dari kami adalah sesuatu yang jelas dan nampak. Kami telah berbicara berkali-kali dan berulang- ulang[1], bahwa kami telah mencintai orang ini karena Allah Azza Wajalla pada masa hidupnya dan setelah matinya. Pengagungan kami terhadap Beliau bukan karena sesuatu melainkan karena Beliau mengagungkan sunnah dan kokoh diatasnya –rahimahullah-.

Termasuk yang telah aku sebutkan dalam tulisanku ketika membantah Abul Hasan Al-Ma’ribi yang berjudul “al-fathur robbaani” yang telah lama dicetak, tatkala orang ini (Abul Hasan,pen) berkata dan berusaha menampakkan bahwa dia telah menegakkan dakwah, menasehati, menjelaskan, kalau seandainya engkau bertanya kepada bukit-bukit Yaman, lembahnya, jalan-jalan diatas bukit dan dibawahnya, bebatuannya, kota-kotanya dan perkampungannya, laki-laki dan wanitanya, tua mudanya, kabilah-kabilahnya, mereka semua akan menjawab bahwa Abul Hasan sama sekali bukanlah seorang da’I pembawa fitnah, bahkan Allah telah mencegah tertumpahnya darah-darah melalui perantaraannya……. Dan yang lainnya dari apa yang ia sebutkan sebagai bantahan terhadap sebagian syaikh yang mana ucapan ini telah saya jawab. Termasuk diantara yang aku ucapkan dalam “al-fathur rabbani” aku berkata:

“Ucapan ini merupakan yang paling buruk dalam menggambarkan sesuatu yang berlebihan!!. Pertanyaannya disini adalah: apa yang disisakan oleh Al-Ma’ribi untuk penyebar dakwah di negeri Yaman Al-Muhaddits Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I rahimahullah?, kalau sekiranya sifat ini disebutkan oleh Syaikh Muqbil –rahimahullah- untuk dirinya– dan tidak mungkin Beliau melakukannya- tentu akan dikatakan: Syaikh telah berlebihan. Ada yang berkata: sesungguhnya Syaikh telah disaksikan dengan tangan-tangannya yang putih dan bersih terhadap seluruh Yaman baik yang jauh maupun yang dekat. Lalu ada apa dengan Al-Ma’ribi yang menyematkan kepada dirinya mahkota kebanggaan yang menakjubkan lagi aneh ini, yang tidaklah muncul melainkan dari jiwa yang sakit karena cinta terhadap kemasyhuran dan merasa memiliki sesuatu yang dia tidak diberi[2].

Inilah keyakinan kami terhadap Syaikh, dan telah kami jelaskan berkali-kali dan berulang-ulang dan terekam berkali-kali pula, dimana kami menjelaskan kedudukan Syaikh –rahimahullah- dan kedudukan Beliau disisi manusia.

Termasuk yang saya ingat pada tahun 1408 H, ketika Syaikh Al-Albani rahimahullah datang ke Madinah, dan aku berada di majelis, salah seorang dari Yaman datang dan bertanya kepada Syaikh rahimahullah lalu berkata: telah sampai kepada kami bahwa Engkau wahai syaikh akan mengunjungi Yaman, dan Syaikh Muqbil rahimahullah –yang ketika itu masih hidup- tatkala berita tersebut sampai kepada Beliau, maka Beliau menangis atau berlinang airmatanya, Maka berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah: aku tidak pernak berniat untuk itu, atau berita yang tersebar itu tidaklah benar. Lalu Beliau bertanya tentang Syaikh Muqbil rahimahullah, bagaimana keadaannya? Maka ia menjawab: Beliau sibuk dalam dakwahnya walhamdulillah. Maka Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata:”

Sebaik- baik penuntut ilmu adalah dia, dan sebaik-baik Syaikh adalah Beliau.”

Ini yang aku dengarkan langsung dengan telingaku dari mulut Syaikh Al-Albani rahimahullah Ta’ala.

Merupakan hal yang dimaklumi bahwa kedudukan yang tinggi lagi mulia ini yang menunjukkan kedudukan Syaikh rahimahullah dan keimamahannya dan menonjolnya Beliau dalam hal ilmu. Hal yang diketahui pula bahwa Syaikh termasuk ulama besar dizaman ini, dan ini kami katakan berkali-kali dan berulang-ulang, bahwa termasuk diantara ulama zaman ini adalah Syaikh Muqbil rahimahullah, namun bersamaan dengan kedudukan ini, sedikit yang selamat dari terjatuh dalam kekeliruan atau kesalahan, seperti perkataan Yahya bin Ma’in :

“tidak mengherankan orang yang memberitakan hadits lalu dia keliru, namun yang mengherankan adalah orang yang memberitakan hadits lalu dia benar.”

Tidak seorang pun yang dapat selamat dari kesalahan. Hal ini ditetapkan pula oleh Imam Syafi’I rahimahullah, dan yang lainnya dari para imam Ahlus sunnah.

Syaikh rahimahullah dahulu terdapat pada Beliau beberapa ungkapan yang Beliau rahimahullh sebutkan, pada masa yang telah lampau, dan semoga Allah memafkan kami dan Beliau, insya Allah ungkapan- ungkapan ini menjadi kritikan sebagian para ulama, diantara mereka ada yang menjawabnya, dan diantara mereka ada yang menulis surat kepadanya dan menasehatinya, dan hal itu tidaklah diridhai oleh para ulama, dan dikhawatirkan pada masa itu dimanfaatkan oleh sebagian pengikut hawa nafsu dan bid’ah dari kalangan takfiriyun dan Quthbiyun dan yang semisal mereka. Dan memang demikian keadaannya, ada yang memanfaatkan sebagian dari ungkapan Syaikh rahimahullah, pada sebagian kalimat Beliau , baik terhadap negeri ini negeri Tauhid Arab Saudi, atau terhadap sebagian masyayikh. Maka dimanfaatkan oleh sebagian pengikut hawa nafsu dan menjadikan kalimat syaikh tersebut sebagai tameng untuk mencela dan mencerca. Maka Syaikh –rahimahullah- dalam hal ini para ulama menyalahkan Beliau dalam hal ini dan tidak menyetujuinya. Oleh karenanya kita mengatakan, bahwa pemikiran ini menyelisihi sunnah,menyelisihi hidayah. Saya mengetahui sebagian orang yang datang kepada kami, datang ke Madinah dari mereka yang pernah belajar di Yaman di tempat Syaikh rahimahullah, dia sering mengulang-ulangi kalimat syaikh rahimahullah.

Maka bertolak dari hal ini, menyikapi manusia dengan sikap tawaqquf terhadap setiap yang datang, seperti yang kami katakan: kami tidak berburuk sangka dan tidak pula berbaik sangka kepada setiap yang datang, barangsiapa yang berlindung dengan ungkapan ini, maka dijelaskan kepadanya kebenaran. Jika dia kembali walhamdulillah, namun jika tidak maka dikhawatirkan atasnya.

Termasuk diantara keutamaan Allah Azza Wajalla kepada kita dan kepada Syaikh dan juga kepada umat ini, bahwa Syaikh rahimahullah telah menjelaskan sikapnya terhadap negeri ini sebelum Beliau rahimahullah meninggal, dan ini menunjukkan kesalehan Beliau rahimahullah dan kejujurannya, dimana Allah Azza Wajalla telah memudahkan kepada Beliau sebab-sebab kebaikan dan kembali kepada kebenaran sebelum wafatnya, Segala puji dan karunia milik Allah, dan ini disebarkan dalam kaset rekaman dengan judul “musyaahaadaatii fil mamlakah (apa yang aku saksikan di kerajaan Arab Saudi)”, atau yang semisal judul ini, walhamdulillah.

Dan Beliau tidak mengizinkan kepada siapapun menyebarkan apa yang Beliau tulis dahulu dalam beberapa kitabnya , kitab “al-makhraj minal fitnah” dan yang lainnya. Sebagaimana yang diketahui bahwa ada beberapa kitab karya Syaikh yang dahulu dilarang disebabkan adanya ungkapan-ungkapan seperti ini. Alhamdulillah dengan taufik-Nya, Syaikh telah rujuk dan kembali, dan Beliau dengan sikap tersebut –sebagaimana yang kami sebutkan- keliru, namun berada diantara satu dan dua pahala insya Allah. Adapun yang mengikutinya diatas kesalahan ini maka dia tidak mendapat bagian dari pahala sama sekali, sebab kebenaran lebih pantas diikuti.

Kesimpulan dari hal ini, bahwa kami berlepas diri kepada Allah dari apa yang dikesankan pada ungkapan ini berupa makna yang salah, dan Syaikh dijauhkan dari ungkapan seperti ini, dan kami beristighfar kepada Allah Jalla Wa ‘Ala jika menimbulkan kesan makna yang salah ini. Inilah yang dimaksud, dan kami masih senantiasa mengagungkan Syaikh dan mengakui keutamaan dan keimamahannya. Bahkan sesungguhnya aku mengatakan– dan banyak ikhwan yang mendengarkan bukan hanya sekali- bahwa kelulusan Syaikh dari Jami’ah (Islamiyah) merupakan sebuah kebanggaan dari kebanggaan Jami’ah, dan aku berkata bukan hanya sekali: bahwa Syaikh Rabi’ -hafizhahullah- dan Syaikh Muqbil –rahimahullah- keduanya termasuk tahi lalat di dahi Jami’ah, keduanya memiliki tangan yang putih bagi dunia ini, demikian pula segolongan para ulama yang telah lulus, dan Allah memberi manfaat melalui mereka dan Allah menghidupkan negeri dan hamba-hamba melalui mereka, dan jumlah mereka banyak . Diantara mereka adalah dua syaikh Syaikh Muqbil rahimahullah dan Syaikhuna Rabi’’ Hafizhahullah, inilah makna yang dimaksud. Dan inilah yang menjadi keyakinan kami terhadap Syaikh dan yang taat kepada Allah dengan keyakinan ini, dan kami berlindung diri kepada Allah dari berbagai macam fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.

Jawaban ini pada hari sabtu, 15 bulan dzul qo’dah tahun 1431 dari Hijrah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam , setelah shalat zhuhur.

 

http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=1711

[1] Termasuk diantaranya apa yang disebutkan oleh fadhilatus Syaikh Abdullah Al-Bukhari Hafizhahullah pada salah satu daurah yang dilakukan di Indonesia: “diantara mereka –maksud saya diantara para ulama yang manusia terbang bersama mereka dan terbang bersama dengan ilmunya, dan itu disaksikan yang jauh maupun yang dekat- Al-Allamah Al-Imam Muqbil Al-Wadi’I rahimahullah wa ghafara lahu, Beliau termasuk dari kebaikan Syaikh Badi’uddin As-Sindi rahimahullah wa rahimahum jami’an. Orang ini –bagi siapa yang mengetahui negeri Yaman ketika itu- , setelah Syaikh masuk ke negeri tersebut setelah kembali dari Jami’ah Islamiyah setelah lulus darinya, Beliau menyibukkan diri mengajari manusia, dan membela sunnah. Sementara negeri itu terdapat keyakinan Rafidhah dan yang lainnya, berbagai macam bid’ah kesyirikan yang banyak diketahui manusia. Beliau mengorbankan segala waktunya dan menjelaskan jalan kebenaran kepada manusia, sehingga tatkala disebut negeri Yaman pada masanya, maka disebut pula bersamanya Syaikh Muqbil rahimahullah.

Aku mengingat satu kalimat dari Syaikh Al-Albani rahimahullah yang aku hadiri disatu majlis di Madinah, bahwa salah seorang berkebangsaan yaman di majelis tersebut bertanya kepada Syaikh (Al-Albani), Penanya ini berkata: Wahai Syaikh, telah sampai kepada kami berita bahwa Engkau akan mengunjungi Yaman, sehingga Syaikh Muqbil tatkala ucapan ini sampai kepada Beliau bahwa Engkau akan datang , Beliau menangis , yaitu gembira dan rindu untuk bertemu dengan Syaikhnya. Maka berkata Syaikh rahimahullah: tidak sama sekali, maksudnya bahwa aku tidak pernah sama sekali mengatakan bahwa aku akan datang seperti berita yang menyebar, namun bagaimana keadaan Syaikh Muqbil? Dia menjawab: Al-Hamdulillah, Beliau sibuk berdakwah –akh ini menjelaskan- maka Syaikh berkata: sebaik-baik murid adalah Beliau , dan sebaik- baik Syaikh adalah Beliau.

Aku juga mengingat bahwa Syaikh kami Syaikh Rabi’ Hafizhahullah satu ketika kami berbicara dalam satu majelis khusus, lalu ada penyebutan Syaikh Muqbil rahimahullah, tentunya tidak tersamarkan oleh kita keadaan kedua syaikh itu yang saling mencintai karena Allah, sudah berapa kali para pengadu domba berusaha untuk memisahkan antar keduanya, seringkali mereka berusaha untuk menceraikan mereka namun mereka tidak berhasil, dan ada sebagian juru fitnah di Yaman yang melakukannya dan mereka pun meninggalkannya. Intinya bahwa Syaikh (Rabi’) berkata, dan itu setelah wafatnya Syaikh Muqbil rahimahullah, Beliau menyebutkan kebaikan dan keutamaannya. Lalu berkata: Orang ini –ketika itu pembicaraan bersama sebagian orang yang mereka sebut bersama Syaikh- Beliau berkata: dimana mereka ini, apakah mereka bisa menyamai Syaikh? Syaikh Muqbil –dan Syaikh (Rabi’) ketika itu sedang duduk sambil menegakkan kaki kanannya dan duduk diatas kaki kirinya, sambil mengisyaratkan- lalu berkata: Syaikh Muqbil telah menjadikan dunia dibawah kakinya –demikian Syaikh lalu mengangkatnya- Beliau telah menginjak dunia, bagaimana mungkin mereka bisa disamakan dengan Beliau –yaitu orang- orang yang disebut bersamanya- ? maksudnya bahwa Syaikh tidak menghendaki dunia dan tidak mencarinya.

Saya juga mengingat , bahwa ada seorang Syaikh menyebutkan kepada kami tentang Syaikh Rabi’, saya sendiri tidak mendengarkan namun Syaikh tersebut yang menukilkan kepadaku hal ini dan Beliau tsiqah (terpercaya), yaitu saudara kami Syaikh Khalid Azh-Zhufairi, ia berkata: bahwa Syaikh mengabarkan kepadanya bahwa ada sebagian pengadu domba berusaha merusak hubungan keduanya, maka Syaikh Rabi’ Hafizhahullah menelpon Syaikh Muqbil rahimahullah dan berkata: wahai Syaikh, ada sebagian pengadu domba mungkin datang kepadamu lalu menukilkan sebuah ucapan dengan tujuan merusak, maka hati-hatilah. Maka Syaikh Muqbil menjawab: Demi Allah wahai Syaikh Rabi’, kalau seandainya mereka memberikan kepadaku dunia –maksudnya harta- atau sepenuh bumi harta yang bertujuan untuk memecah belah diantara kita maka kita tidak akan berpecah, ini tidak mungkin terjadi, maksudnya tidak mungkin para pengadu domba itu mampu melakukannya, tidak mungkin mereka mampu mempengaruhi, sebab keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.

[2] Al-Fathur Rabbani fir raddi Ala Abil Hasan As-Sulaimani :156-157. Cetakan Darul atsar di Shan’a. Penulisan kitab ini pada tanggal 27 ramadhan tahun 1423 H.

Sumber : salafybpp